|

|
Selasa, 28 Oktober 2008 00:00:00
RUU Pornografi, Melukai Hati Perempuan
Dalam Injil, Kitab Suci pemeluk agama
Kristen, ada tertulis sebuah ketentuan Tuhan yang menyebutkan, kalau Tuhan menciptakan perempuan sebagai seorang penolong yang
sepadang bagi laki-laki. Adapun isi Firman Tuhan didalam Injil yang menuliskan tentang ketentuan Tuhan tersebut, dapat dilihat
dalam kitab Kejadian 2 : 8 – 13.
Konsepsi pernyataan yang cenderung sama, meskipun dibahasakan dengan kalimat atau
kata-kata yang berbeda, juga dikemukakan dan bisa ditemukan dalam Kitab Suci atau prinsip pengajaran agama-agama lain.
Itu artinya, berbagai prinsip keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diakui di Indonesia, juga mengakomodasikan
adanya ketentuan Tuhan yang menyatakan, kalau posisi, harkat dan martabat perempuan di mata Tuhan, adalah setara atau sama
dengan laki-laki. Manusia yang beriman kepada Tuhan, seharusnya menjalani adanya suatu ketetapan Tuhan tersebut.
Selain itu, seseorang yang beriman tidak akan berusaha untuk menghadirkan adanya suatu identitas atau pola
pemikiran baru yang didasari oleh adanya pandangan sempit dan ingin menafsirkan sebagian atau seluruh bagian dari isi Firman
Tuhan sekehendak hatinya, karena dirinya tahu kalau segenap ketentuan Tuhan, berlaku secara universal.
Manusia yang
beriman kepada Tuhan, tidak akan mencoba untuk menciptakan suatu definisi baru tentang kesepadanan kaum perempuan dengan kaum
laki-laki, apabila tidak mengambil hikmah atau landasan pemikiran yang diambil dari ketentuan Tuhan, dengan dalil, dalih, atau
maksud tertentu, selain mencari kebenaran serta menjalankan prinsip iman yang benar.
Namun nampaknya, tindakan yang
kurang mengindahkan ketentuan Tuhan tentang kesepadanan antara perempuan dengan laki-laki tersebut, sedang berlangsung di DPR.
Sebuah tindakan yang melecehkan atau mencoba menggugat ketentuan Tuhan.
Sejumlah anggota panitia khusus (pansus)
DPR, pada saat ini sedang berusaha untuk bisa meloloskan RUU Pornografi yang mereka rumuskan dan pada saat ini sedang mereka
bahas, yaitu sebuah RUU yang disusun dengan tidak melibatkan partisipasi anggota masyarakat, namun hanya sebatas konsep dari
para akademisi.
Apabila membaca draft rumusannya, RUU Pornografi bertindak diskriminatif serta tidak menempatkan
perempuan pada posisi dan derajat yang semestinya, seperti yang diisyaratkan Tuhan dalam ketentuanNya. Para anggota Dewan yang
terhormat, justru ingin menempatkan perempuan, sebagai obyek yang bisa disalahkan atas merosotnya moral sejumlah anggota
masyarakat. Ruang gerak atau ruang berekspresi kaum perempuan, mereka nilai perlu dibatasi, karena payudara yang menonjol,
paras wajah cantik, keindahan lekuk tubuh nan elok, serta aroma wangi tubuh perempuan, merupakan suatu medan magnet negatif,
yang bisa memancing hasrat kaum laki-laki untuk bertindak amoral dan melakukan tindak kejahatan atas diri
mereka.
Bentuk fisik kaum perempuan, merupakan maha karya Tuhan. Kesempurnaan maha karya Sang Pencipta, bukanlah
kehendak perempuan, kalau mereka diciptakan dengan bentuk ragawi yang bisa memikat kaum laki-laki. Gemulainya gerakan kaum
perempuan, tidak akan mengundang hasrat bejat dan sikap amoral kaum laki-laki, apabila kaum laki-laki memegang serta
menjalankan segenap
prinsip keimanan dengan benar.
Secanggih apapun pengetahuan agama seseorang, tidak menjamin
diri seseorang itu, tidak memiliki
moral bejat serta menyalurkan nafsu birahi tak terkendalinya, karena nafsu birahi
manusia, dikendalikan oleh pikirannya sendiri. Apabila ingin tindakan melampiaskan nafsu birahi tidak muncul dalam benak
pikiran seseorang, perlu dihadirkan suatu kesadaran diri kalau perbuatan menistakan makhluk ciptaan Tuhan itu adalah sebuah
perbuatan dosa.
Oleh sebab itu, adanya payudara yang menonjol, adanya paras wajah cantik, adanya keindahan lekuk
tubuh nan elok, dan adanya aroma wangi khas dari tubuh perempuan, merupakan sebuah karya sempurna, yang Tuhan ciptakan namun
ingin disangkal serta diposisikan sebagai ranah sumber dosa, bukan berkah bagi kaum perempuan.
Sejumlah pasal dalam
RUU Pornografi, membuat privasi perempuan akan tubuhnya, diatur oleh negara. Kondisi ini terlalu berlebih-lebihan karena sampai
hal yang privasi pun, negara harus membuat aturan.
Jadi tidaklah salah kalau kemudian timbul sejumlah pertanyaan
kritis: Apakah para pemimpin bangsa ini, memang sedang kurang kerjaan? Bukankah masih banyak hal lain yang perlu direncanakan,
dipikirkan dan dilakukan para pemimpin bangsa untuk kemajuan bangsanya?
Apakah para anggota DPR memang sudah memiliki
moral yang baik? Apakah pada saat ini, para perempuan di negeri ini memang sudah memiliki kecenderungan untuk menonjolkan
ketelanjangan di depan publik? Keduanya pertanyaan diatas dapat dijawab dengan satu kata: TIDAK.
Berbagai pikiran
kotor kaum laki-laki untuk maksud melecehkan, menghinakan atau mengeksploitasi tubuh kaum perempuan, baik secara langsung
ataupun dalam industri pornografi, merupakan suatu bentuk kejahatan yang menempatkan kaum perempuan pada lingkaran setan dosa
atau penyebab dosa.
Tidak hanya sebatas itu saja. Adanya suatu bentuk tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),
juga menempatkan posisi kaum perempuan pada cara pandang dan imajinasi masyarakat atas kehidupan kaum perempuan menjadi serba
salah.
Oleh karena itu, perempuan seharusnya mendapatkan perlindungan hukum yang lebih membuat mereka dapat bergerak
bebas serta hidup maju, tanpa harus dihinggapi oleh adanya rasa takut, bukannya menghadirkan sebuah produk hukum yang membuat
alur hidup kaum perempuan, tidak lagi sepadan dan setara dengan laki-laki.
Para anggota pansus DPR yang sedang
membahas RUU Pornografi, seharusnya dapat menciptakan rasa aman serta nyaman kepada kaum perempuan, dimana negara harus
melindungi kedudukkan harkat dan martabat perempuan, bukan menempatkan kaum perempuan pada posisi setingkat dibawah kaum
laki-laki.
Besarnya kekuasaan anggota DPR, seharusnya tidak digunakan untuk menghadirkan suatu produk hukum yang
ingin mengekang kebebasan bergerak atau keinginan untuk hidup maju kaum perempuan, dimana RUU tersebut ingin melucuti sejumlah
hak-hak dasar kaum perempuan, agar bisa hidup maju, menjadi pemimpin, dan yang tak kalah pentingnya, menjadi dirinya sendiri.
Itu sama artinya, DPR telah berencana untuk memaksa negara agar merampas seluruh atau sebagian kehidupan kaum
perempuan.
Negara diberikan upaya paksa untuk dapat mencabut hak asasi kaum perempuan yang telah diberikan Tuhan,
demi memuluskan pilihan sikap arogansi serta cara pandang sempit sejumlah anggota DPR. Jadi, tidaklah salah kalau dikatakan :
apabila anggota DPR terus memaksakan RUU Pornografi untuk ditetapkan sebagai Undang-Undang, itu sama artinya para anggota DPR
telah bersikap tidak adil kepada kaum perempuan, dimana mereka menempatkan perempuan sebagai elemen masyarakat yang tidak mampu
meraih apa yang mereka inginkan secara bebas namun tidak
melanggar hukum dan dilecehkan.
Upaya untuk mencegah
perkembangan industri pornografi, janganlah diartikan kalau para anggota DPR, berhak untuk menempatkan kaum perempuan, bagaikan
“burung dalam sangkar” dengan mengajukan alasan atau argumentasi pemikiran yang dibuat hanya berdasarkan pada suatu pandangan
sempit yang dianut oleh sejumlah anggota DPR semata.
Para anggota DPR seharusnya tidak memanipulasi prinsip keimanan
dan kepercayaan masyarakat, apalagi dengan cara menghadirkan sejumlah konsep-konsep pemikiran agamais yang penerapannya tidak
benar, belum tepat, dan ingin disalah-artikan. Dikatakan penerapannya tidak benar, belum tepat, dan ingin disalah-artikan,
karena upaya untuk menutup segenap celah hukum yang bisa dipakai untuk mengembangkan atau menghidupkan industri pornografi,
cenderung lebih mengarah pada penegakan hukum, seperti layaknya penegakan hukum terhadap para koruptor.
Konsepsi
keagamaan, secara logika, lebih tepat apabila dipakai untuk memperbaiki moral seluruh elemen masyarakat yang sudah rusak serta
tercemar oleh maraknya perkembangan industri pornografi di tengah masyarakat, dan memperteguh nilai-nilai moral setiap anggota
masyarakat yang belum rusak serta tercemar industri pornografi.
Mengembangkan pengajaran kaidah-kaidah agama yang
bisa memperkokoh kekuatan iman seseorang, memang lebih memilih makna dan tingkat efektifitas yang lebih baik apabila digunakan
untuk memperbaiki moral. Sedangkan upaya penegakan hukum terhadap para pelaku industri pornografi, akan menghadirkan efek jera,
serta mencegah para pelaku industri pornografi dan anggota masyarakat lain untuk menjalani industri pornografi di wilayah hukum
Indonesia.
Kenapa begitu? Karena terlihat jelas kalau konsep pemikiran legal yang ingin dipakai serta dikembangkan
oleh para anggota DPR yang sedang membahas RUU Pornografi, adalah menghadirkan suatu aturan hukum yang bisa menghapus atau
meminimalisir kehadiran pelaku industri pornografi, bukan membahas tentang mengamankan kondisi moral
masyarakat.
Apabila RUU Pornografi nanti sudah disahkan sebagai UU Anti Pornografi, tetap saja tidak akan ada yang
bisa memberikan jaminan politik atau sosio-kultural, kalau aturan hukum berbentuk UU Anti Pornografi akan mampu mendorong
terciptanya anggota masyarakat (khususnya pada diri kaum laki-laki) yang tidak memiliki moral bejat atau tahu dosa, dimana
mereka bisa menahan diri agar tidak mengekspresikan nafsu birahi mereka secara bebas dan tidak manusiawi dengan memanfaatkan
kelemahan posisi kaum perempuan, karena takut pada ancaman hukuman yang ada dalam UU tersebut.
Tingkatkan
kesejahteraan kaum perempuan, tempatkan mereka pada posisi harkat dan martabat yang sesuai dengan tingkat kesepadanan yang
telah Tuhan tentukan atas diri mereka, agar mereka tidak menjadi obyek pelecehan seksual kaum
laki-laki.
Dikutip dari Millis dari Pustakalewi
Oleh: "abang juvee"
dilihat : 450 kali