|

|
Jum'at, 06 Juni 2008 00:00:00
Orang Yang Bersih Kelakuannya, Akan Berbahagia Keturunannya
Keluarga
Yusuf
Kejadian 50 : 15 – 26
Keluarga yang akan kita bicarakan di sini adalah keluarga Yusuf. Pelajaran yang
bisa kita petik dari kisah keluarga ini, yaitu “orang yang bersih kelakuannya akan berbahagia keturunannya”. Saya meyakini
bahwa setiap kita yang berkeluarga tentu mendambakan kebahagiaan, bukan saja bagi diri kita sebagai suami/isteri saja, tetapi
juga bagi keturunan-keturunan kita nanti. Kita semua tentu mengharapkan dapat mewariskan bukan hanya harta kepada anak cucu
kita, tetapi juga kebahagiaan.
Dalam kisah di atas Allah mengizinkan Yusuf melihat anaknya melahirkan anak-anak
mereka, sampai turunan yang ketiga. Yusuf sempat menggendong cucu-cucu dan cicitnya. Semuanya lahir di pangkuan Yusuf. Yusuf
sempat melihat kebahagiaan keturunannya.
Kita semua tentu mendambakan kebahagiaan seperti itu. Kita mendambakan
supaya apabila anak kita menikah, mereka mendapatkan pasangan yang baik. Kita mengharapkan mendapat menantu maupun besan yang
baik. Kita mengharapkan mereka menikmati kebahagiaan. Kita akan dapat mengalami kebahagiaan seperti yang dialami Yusuf, jika
kita menerapkan juga prinsip-prinsip firman Tuhan yang diterapkan Yusuf dalam kehidupan pernikahan dan
keluarganya.
Karakter Seorang Benar
Jika kita menyimak kisah kehidupan Yusuf, maka kita akan
mendapati bahwa Yusuf adalah seorang yang mempunyai karakter yang baik dan tingkah laku yang bersih. Salah satu karakternya
yang perlu kita teladani adalah sikapnya yang menurut. Tidak ada unsure pemberontakan di dalam dirinya. Dia menurut, baik
kepada Allah maupun kepada orang tuanya. Sebagai anak dari seorang yang takut/percaya kepada Allah, tentu dia banyak mendapat
pengajaran firman Tuhan dari ayahnya, Yakub. Dia mendengar dengan baik pengajaran-pengajaran dari ayahnya sebagai pedoman
hidupnya. Dia tidak melawan atau membantah pengajaran orang tuanya.
Ketaatannya kepada Allah diwujudkan dalam sikap
hormatnya kepada orang tuanya. Sejak dia masih kanak-kanak, dia sudah hormat kepada orang tuanya. Apa saja yang diperintahkan
oleh orang tuanya, dia kerjakan dengan senang hati (Kej. 37 : 13, 14). Ketaatan kepada orang tuanya ini menyebabkan tumbuhnya
rasa sayang yang berlebihan dari orang tuanya. Akibatnya Yusuf lebih disayang oleh orang tuanya daripada saudara-saudaranya
yang lain (Kej. 37 : 3).
Sikap penurut ini tetap dimiliki Yusuf sampai dia bertumbuh menjadi seorang remaja. Ketika
dia dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya, tidak ada kata-kata keluhan ynag keluar dari mulutnya. Dia tetap menurut
sekalipun perlakukan itu tentunya mendatangkan kepedihan di hatinya.
Kita bias membayangkan bagaimana ketika dia
dibawa oleh saudara Arab ke Mesir. Di sana dia tentu ditawarkan kemana-mana sampai ada seorang yang mau membeli dirinya. Atau
barangkali dia dibawa ke pasar budak, lalu disuruh berdiri di antara budak-budak yang lain untuk menunggu orang yang mau
membeli dirinya. Sungguh-sungguh menyakitkan. Tetapi hal itu dia jalani dengan sabar.
Dari Alkitab kita mengetahui
bahwa kemudian ada seorang yang membeli Yusuf, yaitu seorang pegawai istana Firaun yang bernama Potifar. Di rumah Potifar dia
disuruh melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar sebagaimana layaknya seorang budak. Namun kita jumpai bahwa Yusuf tidak pernah
mengeluh dan perilakunya tetap bersih, baik dihadapan Allah maupun manusia.
Jika kita membaca riwayat hidup Yusuf,
tidak ada noda di dalam perbuatannya. Di rumah Potifar dia mendapatkan godaan untuk berbuat dosa, tetapi dia tetap tidak
terpengaruh oleh godaan itu. Isteri Potifar yang merasa tertarik dengan Yusuf menggoda Yusuf agar mau tidur dengan dia, tetapi
Yusuf menolak untuk berbuat dosa. Tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali Yusuf digoda. Sampai pada suatu saat Yusuf difitnah
oleh isteri Potifar, sehingga Yusuf harus dijebloskan ke dalam penjara.
Namun, di dalam penjara pun Allah tetap
memelihara kehidupan Yusuf. Di penjara maupun di rumah Potifar dia selalu menjadi berkat. Memang di mana saja orang benar
berada, di situ dia akan menjadi berkat. Di penjara yang kotor dan tidak layak pun, dia menjadi berkat. Orang benar selalu
bersih kelakuannya, sama seperti emas yang murni, dibuat di Lumpur dia tetap emas, dibuang ke mana pun juga dia tetap emas.
Bahkan sekalipun dibuang ke dalam dapur api dia tetap emas. Seorang Kristen sejati selalu akan tampak kekristenannya di mana
pun dia berada, baik di tempat yang enak maupun tidak enak. Di dalam keluarga, di tempat pekerjaan maupun di masyarakat, dia
akan tetap menjadi berkat.
Alkitab mencatat hanya sedikit orang yang mempunyai satu orang isteri saja. Yang lainnya
mempunyai isteri lebih dari satu (berpoligami). Salah satu di antara mereka yang mempunyai satu isteri adalah Yusuf. Hidup
pernikahan yang bersih menunjukkan kualitas hidup yang benar.
Bukan itu saja, Yusuf adalah seorang yang tidak suka
menyimpan dendam di dalam hatinya. Walaupun dia telah mendapatkan perlakukan yang sewenang-wenang dari kakak-kakaknya, namun
dia tidak menyimpan rasa dendam di dalam hatinya. Bagaimana seandainya Saudara menerima perlakuan seperti yang diterima Yusuf
dari kakak-kakaknya?
Firman Allah berkata, “Apabila kamu menjadi marah janganlah kamu berbuat dosa: janganlah
matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.” (Ef. 4 : 26 – 27). Kita tidak boleh
menyimpan amarah di dalam hati kita. Apabila kita marah, kita harus cepat-cepat membereskannya. Sama seperti Yusuf, dia tidak
menyimpan amarah kepada saudara-saudaranya. Semua perbuatan jahat kakak-kakaknya tidak diingat-ingatnya lagi.
Ketika
dia telah menjadi raja muda di Mesir, sebenarnya ada kesempatan bagi dia untuk membalas dendam kepada mereka. Namun dia sama
sekali tidak memakai kesempatan itu untuk membalas dendam. Sebaliknya, dalam kesempatan itu dia menunjukkan kasihnya kepada
mereka. Ketika saudara-saudaranya datang kepadanya, kata-kata inilah yang terucap dari bibirnya: “Memang kamu telah
mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti
yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.” (Kej. 50 : 20).
Imannya kepada Allah
membuat dirinya sanggup menghibur orang-orang yang ada di dalam pejanjara. Walaupun dia bukan pendeta yang bertugas melawat
para narapidana, namun dia telah bertindak sebagai penginjil dalam penjara. Dia adalah seorang narapidana yang melawat
narapidana lain yang membutuhkan penghiburan.
Pada suatu hari dia bertemu dengan dua orang narapidana yang sedang
murung mukanya. Mereka bercerita kepada Yusuf, bahwa pada malam hari sebelumnya mereka telah bermimpi. Mimpi itu tidak dapat
mereka mengerti artinya. Kemudian mereka menceritakan mimpi itu kepada Yusuf. Ternyata Yusuf dapat mengartikan mimpi
mereka.
Iman Yusuf kepada Allah juga telah membuat dirinya mampu melihat jauh ke depan. Dia dapat melihat peristiwa
ribuan tahun yang akan terjadi di masa yang akan datang, yaitu pada masa akhir zaman ketika orang-orang mati dibangkitkan.
Itulah sebabnya, ketika akan meninggal dia berpesan kepada saudara-saudaranya, “Tentulah Allah akan memperhatikan kamu; pada
waktu itu kamu harus membawa tulang-tulangku dari sini.” Jika dia tidak memiliki iman tentang kebangkitan orang mati dia tidak
akan berkata demikian.
Jika kita memperhatikan Kejadian 50 : 22, maka kita akan melihat bahwa umur Yusuf tidak
begitu panjang. Dituliskan dalam Alkitab bahwa umurnya hanya sampai seratus sepuluh tahun. Umur seratus sepuluh tahun menurut
ukuran orang pada zaman itu, tidaklah terlalu panjang. Rata-rata pada waktu itu orang meninggal pada umur lebih dari itu.
Sebagai contoh, Yakub, ayahnya, meninggal pada umur 147 tahun. Tetapi dalam usia yang sesingkat itu, Allah memberkati Yusuf
secara luar biasa. Dikatakan dalam Alkitab bahwa Yusuf sempat melihat anak cucu Efraim sampai keturunan yang ketiga, dan cucu
Manasye juga lahir dipangkuannya. Yusuf diberi kesempatan untuk anak cucunya berbahagia. Ini merupakan berkat yang luar biasa
dan tidak dapat dibeli dengan apa saja.
Umur Yusuf memang tidak begitu panjang. Namun yang terpenting bukan masalah
berapa panjang umur seseorang. Yang terpenting ialah apa sajakah yang mengisi umur kita itu. Walaupun seseorang mempunyai umur
yang sangat panjang, tidak ada gunanya jika sepanjang umur itu isinya hanyalah kekacauan. Namun meski umur kita tidak panjang,
jika kita mengisinya dengan hal-hal yang baik, itu akna jauh lebih mulia. Dalam umur 110 tahun, Yusuf telah menjadi berkat bagi
banyak orang. Dia mengisi umurnya dengan kehidupan yang bersih dan memuliakan Tuhan. Dan akibatnya, dalam umurnya yang tidak
begitu panjang itu, dia merasakan kebahagiaan berlipat kali ganda, bahkan sempat melihat kebahagiaan keturunannya. Dia telah
menjadi berkat bagi saudara-saudaranya dan juga orang-orang Mesir.
Keturunan Yang Bahagia
Perkara
kedua yang saya lihat di dalam kisah ini adalah kenyataan bahwa Yusuf memiliki keturunan yang berbahagia. Keturunan Yusuf
membuahkan beberapa orang yang hebat di dalam sejarah bangsa Yahudi. Kita tentu mengenal Yosua, pemimpin Israel yang
menggantikan Musa. Yosua yang hebat itu adalah keturunan dari Yusuf, yaitu dari suku Efraim (Bil. 13 : 9, 15). Orang benar yang
bersih kelakuannya akan berbahagia keturunannya, sebaliknya orang yang kotor kelakuannya akan menderitalah keturunannya. Itu
sudah merupakan hukum yang tidak bias dipungkiri. Belakangan ini kita sering mendengar berita atau membaca di surat kabar
maupun majalah tentang penyakit Aids yang menakutkan semua orang. Penyakit itu mematikan dan belum ada obatnya sampai sekarang.
Penyakit tersebut merupakan akibat hubungan seks bebas. Orang-orang yang mengidap penyakit ini kemungkinan besar akan
menurunkan anak-anak yang berpenyakit demikian juga. Orang yang bersih kelakuannya, berbahagialah
keturunannya.
Allah Mengajar Sesuatu Melalui Keluarga
Perkara ketiga yang perlu direnungkan dari
keluarga Yusuf ialah bahwa Allah mengajarkan sesuatu melalui keluarga. Allah dapat mengajarkan segala sesuatu melalui banyak
sarana/cara. Lewat persoalan yang kita alami, Tuhan dapat mengajarkan sesuatu. Lewat kegagalan, Dia juga dapat mengajarkan
sesuatu. Lewat perkara-perkara kecil pun Tuhan dapat mengajarkan sesuatu. Kita bisa mendapatkan suatu pengajaran dari Tuhan
melalui semut-semut yang berjalan beriringan di atas sebuah mangga. Melalui perkara kecil itu kita mendapat hikmat, “Semut
menjadi guru bagi si pemalas”. Melalui keluarga Yusuf, Allah mengajarkan perkara keselamatan manusia.
Yusuf adalah
tipe dari Yesus Kristus. Yusuf dijual dengan uang 20 keping perak, Yesus juga dijual dengan uang 30 keping perak. Yusuf dijual
oleh kakak-kakaknya sendiri, Yesus dijual oleh muridNya sendiri. Pengalaman Yusuf di penjara memiliki kesamaan dengan
pengalaman Yesus di kayu salib. Di dalam penjara Yusuf bertemu dengan dua orang penjahat, Yesus juga di salib bersama dua orang
penjahat, satu di sebelah kanan-Nya, satu di sebelah kiri-Nya. Salah satu penjahat yang bertemu Yusuf di penjara diselamatkan
(dikeluarkan dari penjara), penjahat lainnya digantung. Demikian juga, seorang penjahat yang di salah satu sisi Tuhan Yesus
diselamatkan, sedangkan yang lainnya binasa. Yusuf dimasukkan ke dalam sumur tua, Yesus masuk ke dalam alam maut. Pada akhir
kisah hidupnya, kakak-kakak Yusuf datnag kepada dia dan menyembah dia. Demikian juga, pada akhirnya nanti semua musuh Tuhan
Yesus akan bertekuk lutut dihadapan-Nya. Ini merupakan pengajaran yang indah mengenai keselamatan manusia.
Jadi,
melalui keluarga Yusuf kita mendapatkan pengajaran indah mengenai perkara keselamatan. Demikian juga, melalui keluarga kita
masing-masing Allah mau mengajarkan perkara-perkara yang indah kepada kita. Oleh sebab itu, kita perlu peka dengan suara Allah
yang berbicara melalui setiap situasi yang ada di dalam keluarga kita.
Kita patut mengucap syukur kepada Allah buat
keluarga kita. Berterima kasih buat isteri/suami kita. Berterima kasih buat anak-anak kita. Sebab melalui merekalah kita bias
mendapatkan pengajaran-pengajaran rohani yang dapat menjadi berkat bagi kehidupan kita, sehingga kita semakin sempurna
dihadapan-Nya. Melalui peristiwa demi peristiwa, situasi demi situasi, dan melalui pribadi-pribadi yang ditempatkan Allah di
sisi kita itu, kita dapat belajar perkara-perkara Ilahi.
Marilah kita belajar untuk menilai setiap situasi yang
terjadi di tengah keluarga kita. Mungkin itu berupa kenakalan anak-anak, atau percekcokan dengan isteri/suami, atau persoalan
dengan mertua, dengan saudara atau dengan tetangga. Semuanya itu dapat berbicara kepada kita. Kadang-kadang tangisa anak pada
tengah malam dapat mengajar kita untuk berjaga dan berdoa pada malam hari. Persoalan dengan mertua dapat mengajar kita untuk
lebih sabar.
Lembaga yang paling penting di dunia ini adalah keluarga. Sebab, ini merupakan lembaga yang diciptakan
oleh Allah sendiri, dan melaluinya Allah ingin memberkati kita. Kita harus benar-benar menjunjung tinggi lembaga
ini.
Melalui lembaga ini pula, Allah mengajar tentang hubungan kita dengan Allah untuk menggambarkan hubungan
pribadi antara kita dengan Dia. Itulah sebabnya kita memanggil Dia dengan sebutan “Bapa”. Jika kita berdoa, Yesus mengajarkan
agar kita menyebut Dia, “Bapa kami yang ada di sorga…” Mengapa tidak dikatakan “Tuhan kami yang di sorga” atau “Majikan kami
yang di sorga”? Tidak dikatakan demikian, karena hubungan antara bapa dengan anak, merupakan hubungan yang sangat intim, yang
hanya ada di dalam keluarga.
Di samping itu, di dalam Alkitab juga diajarkan bahwa hubungan antara suami dan isteri.
Jika Allah tidak menghargai lembaga keluarga, maka Allah tidak akan menggunakan lembaga ini untuk menggambarkan hubungan
Kristus dengan gereja-Nya. Hubungan ini juga merupakan hubungan yang paling intim, kudus dan indah.
Biarlah kita
semakin peka dengan tindakan Allah melalui keluarga kita. Doakanlah selalu keluarga kita agar melaluinya Allah senantiasa
bekerja di dalam hidup kita. Doakanlah selalu isteri/suamimu. Doakanlah selalu anak-anakmu.
Renungan
Sejenak
1. Apakah Anda seorang suami yang mempunyai karakter yang bersih?
2. Apakah Anda percaya bahwa
orang Kristen itu harus beristeri atau bersuami seorang saja?
3. Apakah Anda dan pasangan Anda dapat membereskan
segala pertengkaran di dalam keluarga sebelum naik ke ranjang untuk tidur malam?
4. Dapatkan Anda mendengar “Suara
Tuhan” melalui tangisan bayi Anda yang terus menerus dan menjengkelkan sehingga Anda harus terbangun pada saat Anda tertidur
lelap pada jam dua dini hari?
5. Apakah Anda percaya bahwa “Keluarga” adalah lembaga tertinggi yang diciptakan Allah
di dunia ini?
Jawaban yang tepat terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas akan membahagiakan keluarga Anda. ( Tiny
Ribka )
dilihat : 408 kali